JAKARTA - Ketersediaan stok jagung nasional yang melimpah membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor pada tahun ini. Kondisi tersebut menjadi angin segar bagi para petani yang telah menikmati hasil panen melimpah di berbagai daerah sejak awal tahun.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa volume ekspor jagung Indonesia melonjak tajam menjadi 6,4 ribu ton pada Juni 2025, jauh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang hanya berkisar 0,1–0,2 ribu ton per bulan. Lonjakan ini menjadi sinyal positif bahwa produk pertanian dalam negeri mampu bersaing di pasar global bila dikelola dengan baik.
Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Sholahuddin, menuturkan bahwa peningkatan ekspor tersebut terjadi pada saat periode panen kedua, di mana stok dari panen raya awal tahun masih cukup besar untuk disalurkan ke pasar luar negeri.
“Sekitar 60% produksi jagung nasional berasal dari panen Februari–Maret, sehingga stok yang tersisa pada pertengahan tahun dapat dialihkan sebagian untuk ekspor,” ujarnya.
Tantangan Kualitas Pascapanen Masih Jadi Hambatan Utama
Meskipun peluang ekspor terbuka lebar, Sholahuddin mengingatkan bahwa kualitas hasil panen masih menjadi kendala utama untuk meningkatkan volume ekspor secara berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya penerapan teknologi pascapanen agar mutu jagung yang dikirim ke luar negeri sesuai standar internasional.
“Peningkatan ekspor perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas pascapanen. Jagung kita harus dikeringkan secara mekanis agar kadar airnya sesuai standar ekspor,” jelasnya.
Saat ini, sebagian besar petani di Indonesia masih menggunakan metode pengeringan manual yang mengandalkan sinar matahari. Cara ini dianggap tidak efisien untuk produksi dalam skala besar dan kerap menghasilkan kadar air yang tidak seragam, sehingga menurunkan kualitas produk yang siap diekspor.
Untuk itu, Sholahuddin mendorong agar pemerintah memberikan dukungan infrastruktur pascapanen yang lebih memadai, terutama bagi lembaga seperti Bulog yang menjadi penyangga utama komoditas pangan nasional.
“Kalau Bulog punya silo dan dryer, mereka bisa membeli jagung petani dalam kondisi kadar air berapa pun. Dari situ, baru bisa dijaga kualitas dan kontinuitas ekspor kita,” tegasnya.
Dengan fasilitas tersebut, jagung petani tidak hanya bisa diserap dengan lebih cepat, tetapi juga dapat diolah agar memenuhi spesifikasi ekspor yang diinginkan pembeli luar negeri. Hal ini penting untuk menjaga reputasi Indonesia sebagai produsen jagung berkualitas.
Dukungan Program Nasional Dorong Optimisme Ekspor
Meski masih dihadapkan pada sejumlah kendala teknis, Sholahuddin tetap optimistis bahwa potensi ekspor jagung Indonesia tahun depan akan semakin besar. Optimisme ini didorong oleh adanya proyek penanaman jagung di lahan seluas 1 juta hektare yang tengah digagas oleh Polri dengan target produksi mencapai 10 juta ton pada tahun ini.
Program tersebut diharapkan dapat memperkuat pasokan nasional sekaligus membuka ruang ekspor yang lebih luas tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri. “Produksi kita sudah bagus, harga juga stabil di kisaran Rp 5.000–Rp 6.000 per kilogram. Sekarang tinggal bagaimana memperkuat pengolahan pascapanen agar standar kualitasnya setara dengan permintaan luar negeri,” ujar Sholahuddin.
Ia menambahkan, di beberapa daerah produksi jagung telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Di Lamongan, misalnya, hasil panen sudah mencapai 8–9 ton per hektare, jauh di atas rata-rata nasional 5–6 ton per hektare.
Peningkatan produktivitas tersebut menunjukkan adanya kemajuan dari sisi teknik budidaya dan efisiensi pertanian. Jika tren ini berlanjut, Indonesia berpeluang untuk menjadi salah satu negara pemasok jagung utama di kawasan Asia Tenggara.
Pasar Ekspor Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama
Saat ini, sebagian besar ekspor jagung Indonesia masih dikirim ke negara-negara Asia Tenggara, seperti Filipina dan Malaysia. Menurut Sholahuddin, hal ini disebabkan oleh efisiensi biaya logistik dan kedekatan geografis yang membuat harga jual lebih kompetitif.
“Secara keekonomian lebih efisien karena jaraknya dekat. Selain itu, jagung kita juga lebih fresh dibandingkan produk dari Amerika yang umumnya sudah lama disimpan,” jelasnya.
Keunggulan dari segi kesegaran ini menjadi nilai tambah bagi jagung Indonesia di pasar regional. Pembeli di negara-negara tetangga cenderung memilih produk dengan tingkat kelembapan yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang masih terjaga, dua hal yang bisa ditawarkan oleh jagung produksi dalam negeri.
Selain itu, permintaan jagung di kawasan Asia Tenggara terus meningkat seiring berkembangnya industri pakan ternak dan pangan olahan. Kondisi ini membuka ruang lebih luas bagi ekspor jagung Indonesia untuk tumbuh secara berkelanjutan dalam beberapa tahun ke depan.
Diperlukan Dukungan Teknologi dan Kebijakan Berkelanjutan
Meski prospek ekspor jagung terlihat menjanjikan, Sholahuddin menilai keberhasilan jangka panjang tetap bergantung pada dukungan kebijakan dan inovasi teknologi pertanian. Pemerintah perlu memperkuat ekosistem produksi dari hulu ke hilir, mulai dari penyediaan benih unggul, pembiayaan petani, hingga modernisasi sistem logistik.
Selain itu, kemitraan antara petani, Bulog, dan swasta juga harus diperkuat agar rantai pasok berjalan lebih efisien. Dengan begitu, hasil panen petani tidak hanya terserap dengan baik, tetapi juga memiliki nilai tambah tinggi untuk pasar ekspor.
Penerapan teknologi pengeringan modern, penyimpanan di silo kedap udara, serta digitalisasi sistem distribusi akan membantu menjaga mutu jagung nasional. Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar global.
Potensi Besar, Namun Butuh Konsistensi
Ketersediaan stok yang melimpah dan harga yang relatif stabil memberikan momentum kuat bagi Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai eksportir jagung regional. Namun, tanpa peningkatan kualitas pascapanen dan dukungan mekanisasi, potensi besar itu bisa sulit diwujudkan secara konsisten.
Dalam jangka pendek, sinergi antara pemerintah, petani, dan pelaku industri akan menjadi kunci keberhasilan ekspor jagung nasional. Jika dikelola dengan baik, peluang ini dapat menjadi tonggak penting menuju kemandirian pangan sekaligus sumber devisa baru bagi negara.
Dengan begitu, produksi jagung Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bersaing di pasar internasional sebagai produk unggulan yang berkualitas tinggi dan berdaya saing global.