Aturan Pajak Diaspora Indonesia Diperjelas DJP, Ini Ketentuan Lengkap Status Subjek Pajak Luar Negeri

Selasa, 23 Desember 2025 | 08:45:44 WIB
Aturan Pajak Diaspora Indonesia Diperjelas DJP, Ini Ketentuan Lengkap Status Subjek Pajak Luar Negeri

JAKARTA - Mobilitas warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di luar negeri terus meningkat seiring globalisasi tenaga kerja. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk memperjelas kepastian hukum terkait status perpajakan diaspora Indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak atau DJP mengambil langkah tegas dengan menerbitkan regulasi terbaru. Aturan ini bertujuan memberikan kejelasan mengenai status subjek pajak bagi WNI yang menetap di luar Indonesia.

Pengaturan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2025. Regulasi ini mengatur penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri secara lebih rinci.

Peraturan tersebut ditetapkan pada 9 Desember 2025 dan langsung menjadi acuan baru. Melalui kebijakan ini, DJP ingin menghindari ketidakpastian status pajak bagi WNI diaspora.

Selama ini, status perpajakan WNI di luar negeri kerap menimbulkan pertanyaan. Banyak diaspora yang belum memahami apakah mereka masih memiliki kewajiban pajak di Indonesia.

Dengan aturan baru ini, DJP memberikan kepastian hukum yang lebih jelas. Kepastian tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus melindungi hak WNI diaspora.

Regulasi ini menegaskan bahwa status pajak tidak ditentukan secara sepihak. Penetapan dilakukan melalui serangkaian kriteria yang terukur dan berjenjang.

Ketentuan WNI Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri

Dalam PER-23/PJ/2025, DJP menegaskan batas waktu tinggal sebagai salah satu indikator utama. WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dapat ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri.

Penetapan tersebut tidak bersifat otomatis dan tetap harus memenuhi persyaratan tertentu. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c.

Pasal tersebut menekankan bahwa status subjek pajak luar negeri bagi WNI ditentukan secara berjenjang. Artinya, DJP tidak hanya melihat durasi tinggal di luar negeri.

Penilaian pertama dilakukan terhadap kepemilikan tempat tinggal permanen di luar Indonesia. Tempat tinggal permanen menjadi indikator awal keterikatan WNI dengan negara domisili.

Jika kepemilikan tempat tinggal tidak dapat ditentukan secara jelas, DJP akan menilai pusat kegiatan utama. Pusat kegiatan utama mencerminkan di mana aktivitas kehidupan dan pekerjaan dilakukan.

Selanjutnya, penilaian juga mencakup kebiasaan atau aktivitas sehari-hari. Aktivitas tersebut menunjukkan keterikatan pribadi, sosial, dan ekonomi di luar negeri.

Ketiga aspek tersebut digunakan untuk memastikan status pajak WNI diaspora secara objektif. Dengan mekanisme ini, DJP berupaya menghindari penetapan status yang tidak tepat.

Mekanisme penilaian berjenjang ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal tersebut menjadi pedoman teknis dalam menentukan status subjek pajak luar negeri.

Pendekatan berjenjang ini memberi ruang evaluasi yang lebih adil. DJP dapat menilai kondisi WNI diaspora secara menyeluruh, bukan hanya berdasarkan satu indikator.

Kewajiban Administratif dan Surat Keterangan Domisili

Selain memenuhi kriteria substantif, WNI diaspora juga diwajibkan memenuhi persyaratan administratif. Salah satu kewajiban utama adalah menjadi subjek pajak di negara atau yurisdiksi lain.

Kewajiban ini harus dibuktikan secara formal kepada otoritas pajak Indonesia. Bukti tersebut berupa surat keterangan domisili dari otoritas pajak setempat.

Ketentuan ini diatur secara jelas dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3). Surat keterangan domisili menjadi dokumen penting dalam penetapan status pajak luar negeri.

Surat tersebut harus memenuhi ketentuan administratif yang berlaku. Termasuk di dalamnya adalah masa berlaku surat yang sesuai dengan ketentuan.

Tanpa dokumen tersebut, WNI diaspora tidak dapat ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri. DJP menekankan pentingnya bukti resmi untuk menghindari penyalahgunaan status.

Regulasi ini juga mengatur persyaratan tambahan yang harus dipenuhi. WNI yang ingin berstatus subjek pajak luar negeri harus menyelesaikan seluruh kewajiban pajaknya di Indonesia.

Kewajiban tersebut berlaku selama WNI masih berstatus subjek pajak dalam negeri. Penyelesaian kewajiban ini menjadi prasyarat mutlak sebelum perubahan status.

Setelah kewajiban dipenuhi, WNI harus memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan. Surat ini diterbitkan oleh DJP sebagai bukti administratif resmi.

Tanpa surat tersebut, perubahan status pajak tidak dapat diproses. Hal ini menegaskan bahwa proses penetapan status dilakukan secara tertib dan terkontrol.

Konsekuensi Status Pajak Luar Negeri bagi WNI Diaspora

PER-23/PJ/2025 juga mengatur konsekuensi hukum dari status subjek pajak luar negeri. Pasal 8 menegaskan perlakuan khusus bagi WNI yang memenuhi ketentuan tersebut.

WNI yang telah ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri diperlakukan sebagai orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Status tersebut berlaku sejak WNI meninggalkan Indonesia.

Penetapan ini memberikan kepastian sejak kapan status pajak luar negeri mulai berlaku. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih kewajiban pajak.

Meski berstatus subjek pajak luar negeri, WNI diaspora tetap memiliki kewajiban tertentu. Pasal 9 mengatur perlakuan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

Penghasilan yang berasal dari Indonesia tetap dikenai pajak. Pengenaan pajak tersebut mengikuti ketentuan perpajakan bagi subjek pajak luar negeri.

Artinya, status subjek pajak luar negeri tidak menghapus kewajiban atas penghasilan domestik. DJP tetap memiliki kewenangan memungut pajak atas sumber penghasilan di Indonesia.

Ketentuan ini bertujuan menjaga keadilan fiskal. WNI diaspora tetap berkontribusi pajak atas penghasilan yang berasal dari Indonesia.

Dengan pengaturan ini, DJP ingin menciptakan keseimbangan antara kepastian hukum dan kewajiban fiskal. Regulasi ini juga mencegah potensi penghindaran pajak lintas negara.

Bagi WNI diaspora, pemahaman atas aturan ini menjadi sangat penting. Kesalahan memahami status pajak dapat berimplikasi pada sanksi administrasi.

Regulasi ini diharapkan menjadi panduan yang jelas dan komprehensif. DJP berupaya menjawab kebutuhan kepastian hukum di tengah mobilitas global WNI.

Dengan adanya PER-23/PJ/2025, status perpajakan WNI diaspora kini lebih terstruktur. Penetapan status dilakukan secara objektif, transparan, dan berbasis aturan yang jelas.

Kebijakan ini juga mencerminkan adaptasi sistem perpajakan terhadap dinamika global. Pemerintah berupaya memastikan bahwa sistem pajak tetap relevan dan adil.

Bagi diaspora Indonesia, regulasi ini memberikan kepastian sekaligus tanggung jawab. Kepastian hukum tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan terhadap sistem perpajakan nasional.

Terkini