Petani Kecil Dunia Butuh Pendanaan Raksasa untuk Adaptasi Perubahan Iklim

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:05:37 WIB
Petani Kecil Dunia Butuh Pendanaan Raksasa untuk Adaptasi Perubahan Iklim

JAKARTA - Dampak perubahan iklim semakin terasa di sektor pertanian dunia. Petani kecil kini menghadapi ancaman besar yang memengaruhi produksi, ketahanan pangan, dan kelangsungan hidup mereka.

Analisis terbaru yang dirilis oleh Climate Focus untuk Family Farmers for Climate Action menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan adaptasi iklim bagi petani kecil mencapai US$443 miliar per tahun. Jika dikonversi dengan asumsi kurs Rp16.671 per dolar AS, nilainya setara dengan Rp7.385 triliun per tahun.

Laporan ini disusun oleh aliansi global yang mewakili 95 juta petani kecil di berbagai wilayah, mulai dari Afrika, Amerika Latin, hingga Asia dan Pasifik. Hasil kajian tersebut dipublikasikan menjelang KTT Iklim COP30 yang akan digelar di Belem, Brasil, pada November 2025.

Pertemuan internasional tersebut akan menempatkan isu adaptasi iklim sebagai agenda utama. Fokusnya adalah memastikan petani kecil mampu bertahan menghadapi perubahan cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi di seluruh dunia.

Penelitian menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan maksimal 10 hektare membutuhkan dana besar untuk beradaptasi. Total kebutuhan mencapai US$443 miliar setiap tahun, atau sekitar US$952 per hektare per tahun, setara dengan US$2,19 per hari.

Angka ini bahkan lebih rendah dari US$470 miliar per tahun yang menurut perkiraan lembaga internasional dihabiskan untuk subsidi pertanian yang merugikan lingkungan. Sementara itu, kebutuhan dana tersebut hanya sepertiga dari total US$1,4 triliun yang dikeluarkan negara berkembang untuk membayar utang pada 2023.

Kesenjangan Pembiayaan Adaptasi Masih Sangat Lebar

Meskipun kebutuhan pembiayaan sangat besar, realisasi pendanaan global masih jauh dari cukup. Pada 2021, pengeluaran untuk adaptasi petani kecil hanya mencapai US$1,59 miliar, atau sekitar 0,36 persen dari kebutuhan sebenarnya.

Sementara itu, para petani kecil justru menanggung beban besar untuk melakukan adaptasi mandiri. Secara rata-rata, mereka mengalokasikan antara 20 hingga 40 persen pendapatan tahunan untuk langkah adaptasi terhadap perubahan iklim.

Jika dihitung secara keseluruhan, kontribusi petani kecil mencapai sekitar US$368 miliar per tahun, menunjukkan betapa besarnya upaya swadaya yang mereka lakukan. Namun, tanpa dukungan memadai dari lembaga keuangan dan pemerintah, adaptasi ini belum cukup untuk menghadapi ancaman iklim yang terus meningkat.

Presiden Eastern Africa Farmers Federation (EAFF), Elizabeth Nsimadala, menegaskan bahwa pendanaan adaptasi tidak boleh dilihat sebagai bentuk bantuan semata. Ia menyebut, dukungan terhadap petani kecil merupakan investasi penting bagi ketahanan pangan global.

“Dana ini bukanlah amal, melainkan investasi bagi keamanan pangan seluruh dunia. Petani kecil memproduksi separuh kalori pangan dunia, menopang 2,5 miliar mata pencaharian, dan menjadi bagian penting dalam rantai pasok global untuk komoditas seperti beras, gandum, kakao, dan kopi,” ujar Nsimadala, Kamis, 23 Oktober 2025.

Pernyataan ini menegaskan bahwa ketahanan pangan dunia tidak akan tercapai tanpa memperkuat daya tahan petani kecil terhadap perubahan iklim. Dukungan finansial yang cukup menjadi kunci agar mereka bisa bertahan sekaligus berkontribusi pada pasokan pangan global.

Petani Kecil Jadi Garda Depan Solusi Ekologis

Selain berdampak pada produksi, perubahan iklim juga memperburuk kondisi ekosistem pertanian. Namun di sisi lain, petani kecil dianggap sebagai aktor penting dalam menjaga keseimbangan alam melalui praktik agroekologi dan sistem pertanian berkelanjutan.

Thales Mendonça, seorang petani agroforestri dari Brasil Selatan sekaligus perwakilan Inter-Continental Network of Organic Farmer Organisations, menegaskan pentingnya investasi ekologis. Ia menilai bahwa mendukung petani kecil berarti mempercepat transisi menuju sistem pangan yang tahan terhadap krisis iklim.

“Kami memelopori praktik agroekologi yang memperkuat ketahanan iklim dengan memulihkan fungsi alam. Mendukung petani kecil untuk memperluas kerja ini adalah cara tercepat untuk berpindah dari kelangkaan menuju keberlimpahan,” katanya.

Pendekatan agroekologi terbukti mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cuaca ekstrem. Selain itu, metode ini membantu memperbaiki kesuburan tanah, menjaga keanekaragaman hayati, dan mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia.

Di tingkat global, COP30 akan menjadi forum penting untuk mendorong agenda adaptasi tersebut. Salah satu fokus pembahasan adalah penyusunan indikator kemajuan bagi Global Goal on Adaptation (GGA) dan pembentukan rencana adaptasi nasional yang lebih inklusif.

Namun, hingga saat ini daftar indikator yang dibahas belum mencakup pendanaan spesifik untuk petani kecil. Ketidakjelasan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok paling rentan justru tidak akan mendapat prioritas dalam rencana aksi global.

Selain itu, belum ada kepastian apakah negara-negara maju akan menepati janji untuk melipatgandakan pembiayaan adaptasi menjadi US$38–40 miliar pada 2025. Banyak pihak menilai komitmen tersebut harus diwujudkan agar ketimpangan pendanaan tidak semakin melebar.

Mendesak: Akses Langsung Pembiayaan bagi Petani Kecil

Sebagai tuan rumah COP30, Brasil mendorong agenda aksi yang menekankan mobilisasi pembiayaan untuk pertanian berkelanjutan. Melalui inisiatif Circle of Peoples, negara itu berupaya memastikan bahwa suara petani keluarga terwakili dalam seluruh pembahasan.

Inisiatif tersebut tidak hanya fokus pada pendanaan, tetapi juga mencakup aspek kerugian dan kerusakan (loss and damage) serta transisi berkeadilan (just transition). Tujuannya adalah memastikan bahwa perubahan menuju sistem pertanian hijau tidak meninggalkan petani kecil di belakang.

Sekretaris Jenderal Asian Farmers’ Association (AFA), Esther Penunia, menyerukan peningkatan drastis dalam pembiayaan adaptasi iklim. Ia menilai bahwa tindakan nyata harus segera dilakukan untuk melindungi pertanian dari bencana yang semakin sering melanda.

“Pemerintah harus sepakat meningkatkan pendanaan adaptasi untuk melindungi pertanian kami dari cuaca ekstrem yang kian menghancurkan. Menyalurkan lebih banyak dana langsung ke petani kecil melalui organisasinya akan memberikan dampak terbesar,” ujarnya.

Menurutnya, langkah ini harus diiringi dengan reformasi sistem pendanaan agar lebih mudah diakses oleh organisasi petani di tingkat lokal. Dengan cara itu, setiap dana yang dikucurkan benar-benar sampai kepada pihak yang membutuhkan.

Ia juga mendorong pembentukan Farmers Resiliency Fund, yaitu dana khusus yang dikelola langsung oleh organisasi petani keluarga. Skema ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, mempercepat penyaluran, serta memastikan penggunaan dana sesuai kebutuhan lapangan.

Peningkatan pendanaan adaptasi bagi petani kecil bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlanjutan sistem pangan dunia. Dengan dukungan yang cukup, mereka dapat menjadi benteng utama dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.

Harapan Menuju KTT Iklim COP30

Menjelang pelaksanaan COP30 di Brasil, harapan besar tertuju pada komitmen nyata negara-negara maju untuk memperkuat pendanaan adaptasi. Petani kecil dari berbagai belahan dunia menanti agar pembahasan ini menghasilkan kesepakatan yang berpihak pada mereka.

Para pemimpin petani menegaskan, tanpa investasi yang adil dan berkelanjutan, ketahanan pangan global akan semakin rapuh. Perubahan iklim yang semakin ekstrem hanya bisa dihadapi dengan solidaritas global dan kebijakan adaptasi yang berpihak pada petani kecil.

Dengan dukungan internasional yang lebih kuat, sektor pertanian dunia diharapkan mampu bertahan di tengah tantangan krisis iklim. Upaya adaptasi yang berkelanjutan bukan sekadar penyelamatan lingkungan, tetapi juga fondasi bagi masa depan pangan umat manusia.

Terkini